Berita Desa Sambimulyo | 24 January 2024

Facebook Facebook Twitter #Berita - Umum


Sungging Prabangkara


Sungging Prabangkara

#Berita - Umum

Rabu, 24 Januari 2024 | Di masa kerajaan Majapahit, saat Sang Raja Brawijaya berkuasa, tersebutlah seorang pelukis dan ahli pahat yang sangat terkenal. Ia bernama Sungging Prabangkara.  Karyanya banyak dibeli dikoleksi oleh para saudagar, bangsawan dan kaum kerajaan. Hingga suatu ketika Sang Raja terpesona melihat sebuah lukisan karya Prabangkara.

Beliau mengutus seorang pejabat istana untuk mengundang Sungging Prabangkara ke istana. Sang Raja Brawijaya memberi tugas pada Sungging Prabangkara untuk membuat sebuah lukisan.

“Aku ingin kau melukis Permaisuriku tanpa permasuri tahu kalau dia sedang kau lukis.”

 “Baiklah Paduka.”          

 “Sebentar lagi akan ada partemuan agung. Permaisuriku hadir. Kau boleh datang dan melihatnya, lalu setelah itu pulanglah dan buatlah lukisan permasuri untukku. Oya…lukislah istriku dalam keadaan tanpa busana. Kau lukis semirip mungkin. Aku akan menghukummu jika lukisan pesananku tak sesuai dengan yang kuinginkan!”

Sungging Prabangkara menyanggupi dan mohon diri.

Selama dalam perjalanan pulang ia berpikir, bagaimana bisa melukis sesuai keinginan Sang Raja, sementara ia hanya dari kejauhan melihat permaisuri. Itu pun dalam waktu yang sebentar. Tapi sebagai pelukis profesional Sungging Prabangkara harus bisa memenuhi keinginan sang raja, sekaligus menepati janjinya. 

Setiba di Sanggar Lukisnya, Prabangkara bersemedi memohon petunjuk Sang Pencipta. Esoknya kemudian dia memulai pekerjaannya melukis Sang Permaisuri Brawijaya. Selama melukis dia tak makan, tak minum. Bahkan tidak tidur selama beberapa hari. Prabangkara hanya mencurahkan pikirannya untuk bisa menyelesaikan lukisan sesuai keinginan sang raja.

Seminggu kemudian datang seorang prajurit utusan dari Raja Brawijaya.

 “Saya diutus Sang Raja Brawijaya untuk mengambil lukisan Sang Permaisuri. Sekalian Sang Sungging Prabangkara di mohon datang ke istana untuk mengantarkan lukisan tersebut!”.

 “Tapi lukisannya belum selesai. Sebentar lagi.”

 “Hamba hanya diutus Sang Raja Brawijaya. Hari ini juga Sang Paduka ingin melihat lukisan itu!”

 “Baiklah kalau begitu. Tunggu sebentar biar aku menyelesaikannya sedikit lagi.”

Sang Prabangkara kembali ke sanggar lukisnya. Menyelesaikan lukisan yang sebentar lagi selesai. Mungkin karena tergesa-gesa menyapukan kuas, setitik pewarna hitam jatuh di lukisannya. Menetes di pangkal paha permaisuri dan menjadikannya setitik noda. Prabangkara tak melihatnya dan membawa lukisan tersebut ke istana.

Setiba di kerajaan, Sang Raja Brawijaya tak sabar lagi ingin melihat hasil lukisan Sungging Prabangkara.

Ketika melihat gambar permaisuri yang begitu mirip dengan orangnya Raja Brawijaya terkagum. Tapi sesaat kemudian paras penguasa bumi Majapahit itu memerah ketika mendapati setitik noda, seperti tahi lalat di pangkal paha lukisan permaisuri.

 “Hamba mohon maaf Sang Paduka. Karena tergesa-gesa hamba berbuat ceroboh dan setitik pewarna hitam itu mengotori pangkal paha permasuri. Hamba benar-benar tak sengaja….”

Prabu Brawijaya tak percaya dan telah menuduh Prabangkara mengkhianatinya. Prabangkara disangkanya telah diam-diam melihat Permasuri ketika mandi di keputren. Menurutnya perbuatan Sungging Prabangkara ini sangat keterlaluan dan sulit dimaafkan.

Raja Brawijaya diam-diam marah. Karenanya Raja Brawijaya berniat menghukum Sungging Prabangkara yang sebenarnya tak bersalah.

Di hari yanag telah ditentukan raja Brawijaya mengundang Sungging Prabangkara ke istana.

 “Aku ingin memberi tugas padamu lagi Prabangkara.”

“Apa yang Paduka inginkan hamba akan lakukan?”

 “Buatkan aku patung permaisuriku dari batang kayu cendana ini. Kau pahatlah kayu ini sehingga menjadi patung permasuri. Seperti tempo hari kau harus membuat patung itu semirip mungkin dengan Sang Permasuri!”

 “Hamba akan mencobanya.”

 “Kau sanggup mengerjakannya Prabangkara?”

“Titah seorang Raja hamba tak kuasa menolaknya.”

“Jadi kau menolak juga jika aku minta kau membuat patung nanti bukan di sanggar tempat kerjamu?”

 “Di mana hamba harus membuatnya, Paduka?”

 “Aku sudah menyiapkan tempat khusus untukmu!”

Prabangkara tak mengerti maksud Sang Prabu Brawijaya. Tapi dia menurut ketika di ajak ke sebuah bukit, tak jauh dari lapangan kerajaan Majapahit. Di sana para prajurit sedang menyiapkan sebuah layang-layang raksasa!

 “Aku membuatkan layang-layang ini untukmu. Sungging Prangkara. Kau naiklah ke atas layang-layang itu, lalu di sana kau buatkan patung permaisuriku. Sebagai pemahat profesional, bukankah di mana saja kau bisa mengerjakan pekerjaanmu.”

 “Hamba akan mencobanya, Paduka.”

 “Aku juga ingin memberikan hiburan bagi rakyatku. Bukankah sebuah pertunjukkan yang menarik, ketika melihat layang-layang raksasa terbang dan di dalamnya ada seorang pemahat terkenal yang sedang bekerja!”

Sungging Prabangkara hanya mengiyakan.

Beberapa prajurit menaikkan Sungging Prabangkara ke atas layang-layang raksasa. Lalu sebatang kayu cendana dan peralatan memahat disertakan pula.

Beberapa prajurit menaikan layang-layang dari atas bukit. Saat itu angin berhembus kencang. Layang-layang raksasa mengudara dan di dalamnya ada Sungging Prabangakara yang tengah memahat.

Penduduk Majapahit memandang dengan takjub. Sungging Prabangkara mencoba menyelesaikan pekerjaannya mematung di sela-sela angin yang berhembus kencang.

Prabangkara agak kesulitan memahat. Tapi dia harus bisa memenuhi tugas yang diembannya dari seorang raja. Sungging Prabangkara pantang menyerah. Angin kembali berhembus kencang. Penduduk yang melihatnya bersorak-sorak senang. Layang-layang raksasa mengudara semakin tinggi. Tinggi! Jauh dan jauh!

Layang-layang raksasa yang mengangkasa memang semakin jauh meninggalkan bumi Majapahit!

Karena diam-diam Raja Brawijaya memutus tali layang-layang itu!

Sebagai hukuman karena kesalahan yang diduga dilakukan oleh Prabangkara.

Sementara layang-layang terus terbang ke angkasa. Semakin tinggi dan jauh.

Tapi Sungging Prabangkara tetap mengerjakan keinginan Sang Prabu Brawijaya. Hingga patung berwujud permasuri itu selesai, ketika badai tiba-tiba datang.

Patung Parmasuri—hasil pahatan Sungging Prabangkara dan ganden jatuh di Pulau Bali. Sementara Sungging Prabangkara dan tatah, pahat—terhempas jatuh di Belakang Gunung, kerajaan Japara (Jepara).

Kartika Catur Pelita, novelis Perjaka (Akoer, 2011) ini tinggal di Jepara. Beberapa cerpen anak dia dimuat di Yunior (Suara Merdeka, Lampung Post, dan Kedaultan Rakyat). Selain cernak cerpennya juga mewarnai berbagai media; Suara Pembaruan, Annida Online, Satelit Pos, Okezone, Joe Fiksi, Majalah Kartini, Minggu Pagi, Solo Pos, Koran Merapi, Koran Muria, Metro Riau, Inilah Koran dan Nova.


#pesonasambimulyo.com #pesonasambimulyo #pemdessambimulyo



Bagikan berita :

Facebook Facebook Twitter #Berita - Umum




Papan Informasi

Maps Kantor Desa



Informasi Lainnya

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo

informasi desa sambimulyo