#Berita - Tokoh
Kamis, 21 Maret 2024 | Salah satu anggota Wali Songo yang mendapat penerimaan luas di masyarakat adalah Sunan Kalijaga. Dia keturunan Adipati Tuban, dan memiliki nama asli Raden Said. Sunan Kalijaga alias Raden Said lahir tahun 1450. Ayahnya adalah Adipati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta dan ibunya bernama Dewi Nawang Arum.
Nama Kalijaga berarti seseorang yang pernah menjaga kali atau sungai. Nama ini disematkan setelah Raden said bertapa di tepian sungai sebagai syarat untuk diterima menjadi murid sunan Bonang sebelum menjadi seorang sunan yang mendakwahkan islam, sunan Kalijaga pernah menjalani kehidupan sebagai seorang preman dengan nama samaran brandal Loko Joyo namun hasil rampasan sunan kalijogo itu tidak untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, melainkan diberikan kepada masyarakat yang kekurangan secara ekonomi. Tinggal di lingkungan kadipaten dan serba berkecukupan tidak membuat Raden said acuh terhadap kondisi rakyat.
Sebaliknya, Raden said merasa Iba melihat rakyat yang menderita akibat pajak tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah Majapahit melalui kadipaten Tuban, Raden said tidak tinggal diam, dia berulang kali menyampaikan kritik kepada ayahnya, namun sang ayah juga tidak bisa berbuat banyak, karena penentuan pajak bukan wewenang Adipati.
Raden said lantas melakukan aksi mencuri bahan makanan dari gudang Kabupaten. Hasil curian itu dibagikan secara diam-diam kepada masyarakat, namun, lambat laun tindakan Raden said itu ketahuan, dia tertangkap basah saat sedang menjalankan aksinya. Raden said lantas diusir dari istana kadipaten Tuban dan sejak itu Raden said berkelana dari hutan ke hutan. Dia membuang identitas aslinya dan memperkenalkan diri sebagai brandal Loko Joyo, masih seperti dulu, hasil rampasan yang didapat selalu dibagikan kepada rakyat Jelata yang kesusahan.
Pada suatu hari, berandal luko Joyo alias Raden said melihat ada seorang paruh baya yang mengenakan tongkat yang genggamannya berkilau seperti emas dan berniat untuk merampas tongkat tersebut. Dia pun mendekati pria tersebut dan langsung merebut tongkat dari genggamannya. Sontak pria tersebut jatuh tersungkur, saat bangun, pria itu tampak menangis, sementara Raden said mengamati kilauan pada gagang tongkat itu rupanya bukan terbuat dari emas.
Raden said lantas mengembalikan tongkat tersebut kepada pria itu namun Raden said melihat pria itu berderai air mata. Saat ditanya apa sebabnya, pria itu menjawab bahwa ia menangis karena tanpa sengaja mencabut rumput saat jatuh tersungkur. Singkat cerita, terjadi dialog antara Raden said dengan pria yang belakangan diketahui bernama sunan Bonang. Sunan Bonang menasehati Raden said bahwa tindakan mencuri dan membagikan hasil curiannya itu tidak benar kemudian sunan Bonang menunjuk ke arah pohon aren. di mata Raden said pohon aren itu berbuah emas, Raden Said berusaha mengambil buah emas itu, namun jatuh dan pingsan, saat sadar Raden Said tidak menemukan buah aren emas itu.
Sebaliknya, yang ada hanya buah aren biasa. Sementara pria yang tadi bersamanya juga sudah hilang. Raden said menyadari bahwa pria yang baru saja ditemuinya bukan orang sembarangan. Sesaat kemudian dia justru berasa untuk berguru kepada pria tersebut, Raden said lantas bangun dan berusaha mencari pria yang tadi ditemuinya. Namun rupanya pria itu sudah jauh meninggalkannya, sehingga perlu waktu cukup lama bagi Raden said untuk menemukannya.
Akhirnya selesai berhasil menemukan pria itu, pria itu hendak menyeberang sungai, Raden said memanggil pria itu dan mengutarakan maksud nya untuk berguru pada pria itu. Pria tersebut bernama sunan Bonang. Lalu, Ia memerintahkan kepada Raden said agar menunggunya di tepi sungai. Raden said diminta untuk tidak beranjak sebelum sunan Bonang datang kembali menemuinya. Raden said menuruti isyarat dari sunan Bonang. Raden Said mulai bertapa di tepi sungai, namun, sunan Bonang rupanya lama sekali tidak datang kembali. Dalam satu keterangan disebutkan bahwa Raden said bertapa menjaga sungai selama kurang lebih 3 tahun.
Saking lamanya. Tubuh Raden saya sampai tertutup lumut dan semak belukar, Setelah itu sunan Bonang akhirnya kembali ke tempat itu dan Raden Said dibersihkan dari semak belukar yang menutupinya. Kemudian sunan Bonang membangunkannya dan menyuruhnya untuk bersuci. Setelah itu sunan Bonang mengajarkan ilmu dan hikmah kepada Raden said. Mulai saat itulah Raden Said terus ingin menjadi salah satu wali dengan nama sunan Kalijaga.
Pada perkembangannya sunan Kalijaga memiliki cara yang berbeda dalam berdakwah, dia cenderung menjadikan kesenian sebagai media dakwahnya. Salah satu media dakwah sunan Kalijaga adalah wayang kulit, Sunan Kalijaga bahkan juga memodifikasi tampilan wayang kulit sehingga tidak bisa dikatakan menyerupai makhluk hidup, modifikasi dilakukan saat dewan wali sedang bermusyawarah untuk peresmian Masjid Demak, sunan Kalijaga saat itu usul agar ada gelaran wayang kulit untuk menarik minat masyarakat namun usulan itu ditolak oleh sunan giri, sebabnya wayang kulit yang ada saat ini menyerupai gambar dan bentuk makhluk hidup, yang dalam ajaran islam tidak diperbolehkan. sunan Kalijaga pun berjanji akan memodifikasi tampilan wayang kulit. Pada pertemuan berikutnya sunan Kalijaga mempresentasikan hasil modifikasinya itu. Hasil modifikasi sunan Kalijaga dinilai tidak menyerupai bentuk makhluk hidup maka dewan wali akhirnya menyetujui adanya gelaran wayang kulit pada peresmian Masjid agung Demak.
Wafatnya Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga dalam satu keterangan disebutkan menikah dengan Dewi saroh binti Maulana Ishak titik dari pernikahan itu lahir 3 anak putra-putri bernama Raden Umar said (Sunan Muria) Dewi Rahayu, dan Dewi Sofia Sunan Kalijaga pun wafat di desa kadilangu dekat kota Demak, Jawa Tengah pada tahun 1513 dan dimakamkan di sana.
#pesonasambimulyo.com #pesonasambimulyo #pemdessambimulyo
Bagikan berita :